LigaCapsa ~ Franky di kantor sedang menunggu Pak Jupri alias Mang Japrak yg belum juga datang. Padahal ada beberapa pekerjaan yg memerlukan atasannya itu, namun ke mana dia? Sembari menunggu, Franky berpikir tentang Indira. Semoga Indira bisa pulih setelah bertemu psikolog itu…Namun Franky terpikirkan satu hal lagi. Malam itu, malam ketika trauma Indira dimulai… Crista ada di rumah. Crista pasti tahu sesuatu. Franky merasa perlu bertanya. Indira belum lama pergi. Dr. Floren kembali duduk di belakang mejanya sembari membaygkan indahnya badan Indira yg sempat dicicipinya sebentar tadi.
“He, Floren, kamu jangan baygin macem-macem ya. Indira itu buat Mang. Kita udah ada perjanjian,” kata sesosok manusia yg tiba-tiba muncul dari belakang Dr. Floren. Dia datang dari balik pintu samping ruang praktik Dr. Floren. Seorang lelaki tua botak berperut buncit, yg sedang ditunggu oleh bawahannya di kantor. Mang Japrak.
“Yah, si Mamang, gimana ya? Ternyata dia cakep… Boleh nggak kubikin dia jadi lesbong juga?” Floren menimpali.
“Hus. Jangan lah. Kalau yg lain sih silakan ajah… Yg ini nggak boleh, ya? Soalnya dia orang yg spesial buat Mamang.” Mang Japrak mendekat dan merangkul Dr. Floren dari belakang.
“Emangnya aqu enggak, Mang…?” tanya Floren manja.
“Ooo… pasti dong, Floren kan kesaygan Mamang. Kalau nggak, mana mau Mamang ajarin ilmu Mamang ke Floren? Kamu istimewa, Ren. Nggak banyak awewe yg Mamang cobain namun udah ada bakat buat nerusin ilmu Mamang.”
“Hehehe… Bilang aja waktu itu Mang ketipu soalnya aqu ga mempan digendam… Gapapa deh, yg penting aqu jadi dapat ngewarisin ilmunya Mamang.”
Bertahun-tahun lalu, Floren, seorang sarjana psikologi, melamar kerja kepada Mang Japrak. Melihat parasnya yg cantik, Mang Japrak sempat mengisengi Floren dgn ilmu gendamnya, namun entah kenapa, hipnotis Mang Japrak kurang mempan kepada Floren. Mungkin karena Mang Japrak berusaha membuat Floren tertarik kepada dirinya, namun ternyata Floren punya kecenderungan lesbian sehingga tak mempan. Itulah yg membuat Mang Japrak menygka Floren istimewa, dan karena rahasianya sudah terbongkar di depan Floren, Floren pun menuntut penjelasan serta imbalan, kalau tidak dia akan membongkar rahasia Mang Japrak. Akhirnya Mang Japrak mengajarkan ilmu gendamnya kepada Floren. Keduanya jadi akrab, dan terus berhubungan. Floren tak jadi bekerja kepada Mang Japrak dan memilih meneruskan studi dan menjadi psikolog praktik, dan ilmu hipnotisnya dia gunakan untuk membantu pasien. Namun, sebagaimana Mang Japrak, Floren pun sekali-sekali menyalah gunakan kemampuannya itu. Ketika Franky mengeluhkan Indira, Mang Japrak langsung menyambar kesempatan dan memberitahu tentang Dr. Floren. Sesudahnya Mang Japrak menjelaskan apa yg sudah dia laqukan kepada Indira, dan Floren menyggupi untuk membantu. Floren juga menceritakan semua pengaquan Indira kepada Mang Japrak. Mang Japrak terlihat senang mendengar semua petualangan Indira, apalagi ketika dia tahu pengaruhnya telah membuat Indira jadi lebih berani dan menggoda.
“Namun Mang,” tanya Floren,
“Emang mau diapain si Indira itu? Kan Mang udah dapet nyobain dia.”
“Ada rencana Mamang buat dia. Rencana gede. Kapan-kapan Mamang ceritain deh. Nanti kalau udah jadi.” Sepulang kantor, Franky disambut oleh Indira. Sekali lagi penampilan Indira membuat Franky melongo… Indira malam itu tampak seksi dgn babydoll transparan, rambut tergerai, make-up tebal namun menarik… dan dia menunggu Franky dgn penampilan seperti itu di depan pintu rumah!
“Mas Franky….” Indira menyambut suaminya dgn ciuman mesra, lalu dia langsung menarik Franky ke dalam rumah. Sebelum Franky sempat berbuat sesuatu keduanya sudah bercumbu hebat. Namun Franky jadi curiga… Siang hari, sekitar pukul dua di suatu bangunan kecil di kompleks perumahan pinggir kota. Sehari-harinya tempat itu adalah salon, Salon Crista. Namun pemiliknya tidak hanya menawarkan jasa perawatan kecantikan bagi wanita. Di balik tirai yg memisahkan ruang belakang dgn ruang utama salon, pemilik salon itu, Crista, sedang duduk selonjor di atas tempat tidur yg biasa dipakai untuk luluran atau facial. Crista berpenampilan cantik seperti biasa, rambutnya yg hitam lurus sebahu tergerai. Pakaiannya juga seksi, seperti biasa. Ia mengenakan kaos tanktop putih yg ketat membungkus badannya, juga rok mini kuning yg mencapai setengah pahanya saja tidak, dan di bawah roknya Crista mengenakan pantyhose nilon warna kulit. Kaki kanannya yg terbungkus nilon itu terjulur, mengelus-elus selangkangan celana seorang lelaki berbadan tegap yg duduk mengangkang menghadapinya di ujung lain tempat tidur.
“Jadi Mas John yg ngatur?” tanya Crista dgn nada manja. Lelaki yg dipanggil dgn sebutan Mas John itu mengenakan kaos hijau dan celana dinas tentara, dia memang salah satu beking Crista yg masih aktif sebagai perwira menengah di kesatuan setempat. Sembari menggumam keenakan merasakan burungnya mengeras dielus-elus kaki Crista, dia menjawab.
“Iya dong. Ngeberesin kroco sok jago seperti si Gede itu kecil. Apalagi zaman sekarang, bikin amuk massa itu gampang. Kamu udah lihat beritanya kan?” kata John.
“Ah, aqu gak suka nonton berita Mas, bosen,” kata Crista.
“Mestinya kamu lihat, ha ha ha… Soalnya ada muka jelek si Gede babak belur dihajar massa, ampe berdarah-darah gitu. Kamu minta yg kayak gitu kan, minta yg setimpal buat dia? Habis ini juga si Gede bakal dipecat gara-gara bikin malu pemerintah. Salah sendiri, udah tahu ngadapin kumpulan orang marah, malah ndableg.
Biar mampus dia.” Beberapa hari sebelumnya, terjadi insiden ketika satuan aparat yg dipimpin Gede melaksanakan penggusuran. Entah mengapa, warga setempat malah melawan aparat dgn membawa senjata tajam dan batu. Akibatnya terjadi perkelahian berdarah yg menyebabkan 1 orang warga dan 1 orang aparat tewas, dan puluhan orang luka berat termasuk Gede yg kepalanya bocor kena timpuk dan sempat digebuki ramai-ramai. Masyarakat dan media ramai menyalahkan, ada yg menganggap warga mengamuk karena kekesalan yg sudah menumpuk terhadap aparat yg biasa semena-mena. Yg luput dari perhatian semua orang adalah bahwa amuk warga itu dipicu oleh beberapa provokator yg dikirim oleh John. Meskipun sama-sama aparat, memang kadang ada ketegangan antar kesatuan di balik permukaan, terutama dalam masalah urusan beking membekingi. Crista yg boleh dianggap pengusaha kecil bisnis esek-esek tidak lepas dari beking, dan dia cukup cerdik untuk tidak hanya memegang satu orang. Ketika Gede berlaqu kelewatan terhadap dirinya dan Indira beberapa waktu lalu, Crista memutuskan untuk membalas lewat jalan lain, menyingkirkan Gede dgn menggunakan John, bekingnya dari kesatuan lain.
Biar mampus dia.” Beberapa hari sebelumnya, terjadi insiden ketika satuan aparat yg dipimpin Gede melaksanakan penggusuran. Entah mengapa, warga setempat malah melawan aparat dgn membawa senjata tajam dan batu. Akibatnya terjadi perkelahian berdarah yg menyebabkan 1 orang warga dan 1 orang aparat tewas, dan puluhan orang luka berat termasuk Gede yg kepalanya bocor kena timpuk dan sempat digebuki ramai-ramai. Masyarakat dan media ramai menyalahkan, ada yg menganggap warga mengamuk karena kekesalan yg sudah menumpuk terhadap aparat yg biasa semena-mena. Yg luput dari perhatian semua orang adalah bahwa amuk warga itu dipicu oleh beberapa provokator yg dikirim oleh John. Meskipun sama-sama aparat, memang kadang ada ketegangan antar kesatuan di balik permukaan, terutama dalam masalah urusan beking membekingi. Crista yg boleh dianggap pengusaha kecil bisnis esek-esek tidak lepas dari beking, dan dia cukup cerdik untuk tidak hanya memegang satu orang. Ketika Gede berlaqu kelewatan terhadap dirinya dan Indira beberapa waktu lalu, Crista memutuskan untuk membalas lewat jalan lain, menyingkirkan Gede dgn menggunakan John, bekingnya dari kesatuan lain.
Rupanya John memilih membuat kerusuhan kecil untuk menyakiti sekaligus menyingkirkan Gede. Sembari John bercerita bagaimana dia merekayasa massa untuk menghajar Gede dan satuannya, kaki Crista terus mengelus-elus gundukan keras di balik selangkangan celana si perwira. Sementara itu Crista mengangkat sedikit demi sedikit tanktop-nya. Perlahan-lahan tampaklah sepasang payudara Crista yg kenyal nan padat, dgn puting yg sudah mengeras. John menjulurkan tangan kanannya, menyentuh payudara Crista. Tangan John yg besar itu meremas kedua payudara Crista sekaligus, di bagian dalam tempat keduanya bertemu. John membuka sendiri resleting celana dinasnya dan mengeluarkan kemaluannya dari balik celana dalam, sembari terus menggenggam kedua payudara Crista. Crista mulai mengeluarkan suara merintih-rintih nikmat. Crista mengangkat sedikit lututnya supaya kakinya bisa lebih enak membelai-belai kemaluan John yg sudah terbebas. Mata John tak lepas-lepas dari kaki nakal Crista di selangkangannya.
“Ughh…” John menggerung ketika ereksinya belai lembut oleh Crista, kemaluannya ditekan ke perut oleh sekujur kaki Crista yg seperti memeluk batang itu. Crista berposisi duduk mengangkang dan John bisa melihat bahwa di balik pantyhose Crista tak mengenakan celana dalam. Crista meningkatkan gesekan kakinya, dan melihat badan John yg besar itu belingsatan seperti kesetrum. Crista merasa menikmati posisi dominan itu, dia sebagai seorang perempuan bisa memain-mainkan badan seorang lelaki yg kekar seperti John dgn kakinya, seolah seorang ratu dan budaknya.
“Ahh… Crista…” John terlihat tegang, wajahnya meringis. Crista merayu,
“Udah mau keluar, Mas…?”
“Erghh sialannn… Sini!” Tanpa diduga, John bergerak. Tangannya yg dari tadi bermain di dada Crista kini merenggut tanktop yg sudah menygsang di atas payudara, menariknya dgn kasar sehingga Crista dipaksa merunduk ke depan. Crista kaget,
“MAS!!?? “ Dan teriakan berikutnya,
“AHH JANGAN DI MUKA MASSS!!” Crista, yg suka bersolek, memang tak suka orang berejaqulasi di mukanya. Dia memang sudah pernah melaqukan segala macam hal, namun ada beberapa yg dia kurang suka, salah satunya adalah apabila mukanya dinodai sperma. Seperti yg terjadi saat itu. John menarik Crista sampai dia tersungkur ke depan, halamandewasa.com tertelungkup di alas tempat tidur dgn muka menoleh, lalu John menekan kepala Crista sembari berejaqulasi di pipi Crista yg berbedak dan berperona. John tertawa puas melihat Crista yg tak senang. Begitu dilepas, Crista langsung bangkit lagi, menyeka cairan berbau amis yg barusan mengotori pipinya, lalu menampar John.
“Sialan!” maki Crista,
“Dari dulu kan ogut udah bilang gak suka orang ngecrot di muka ogut!” Wajah Crista berubah marah. John tidak ikut marah, dia terus tertawa-tawa setelah si pemilik salon memakinya. Dgn kalem dia membalikkan kata-kata Crista.
“Suka-suka aqu mau ngapain kamu. Aqu udah repot-repot ngebalesin dendam kamu sama si Gede kucrut itu, dan kamu tetep aja banyak maunya?” John mendekat dan mencengkeram rahang Crista..
“Hei, Crista,” katanya dgn dingin namun tegas.
“Aqu tahu. Pasti kamu juga ngelunjak begini sama Gede, kan? Aqu nggak heran. Kamu tuh udah tau cuma lonte, namun sombongnya kelewatan. Masih ngerasa kayak dulu ya?”
“Uhh…” Crista meringis, gentar.
“Terserah Mas mau bilang apa. Urusanku sama Gede…”
“…sekarang jadi urusanku juga, kan?” John memotong.
“Inget, kamu yg datang ke aqu, ngerayu-rayu minta aqu ngasih pelajaran ke si Gede. Aqu udah kasih apa yg kamu mau. Jadi ya aqu boleh ngapain aja, kan?” Crista tertunduk. Sebetulnya dia kesal, namun John memang benar. Lagi-lagi posisi tawar Crista lemah.
“Ngerti?” tanya John lagi. Crista mengangguk.
“Kalau ngerti… sekarang kamu nungging.” Crista patuh, dia pun berubah posisi jadi menungging di atas tempat tidur sementara John turun dan berdiri di sampingnya. John mendekati bagian bawah badan Crista, meremas bokong Crista yg kencang dan masih terbungkus pantyhose itu. John terkekeh.
“He he he… Asyiik, bokong lonte.” Dia menampar bokong Crista dua kali. Crista mendengking kaget. John lalu memelorotkan pantyhose Crista sehingga bokong Crista tak lagi tertutupi, lalu kembali dia menampari bokong Crista. Setelah puas, tamparannya berubah menjadi elusan dan remasan. John lalu mengulum jarinya. Dgn membasahi jarinya seperti itu, sudah jelas apa yg mau dia laqukan. Crista diam saja ketika satu jari John memasuki kemaluannya. Kemudian tidak cuma satu, namun dua jari John bergerak keluar-masuk kemaluan Crista. John tersenyum puas melihat wajah Crista yg menatap kepadanya seolah memohon. Permainan jarinya membuat si pemilik salon itu terangsang.
“Ah… ahh…” Crista mulai mendesah-desah, wajahnya yg berias tebal berkerut menahan nafsu yg mulai meninggi.
“Ahhh…” John menjolokkan satu lagi jarinya, sehingga kini jari tengah, manis, dan telunjuknya keluar-masuk di kemaluan Crista. John merasakan bagian itu makin lama makin basah, pertanda pemiliknya sudah terhanyut oleh birahi. John makin kencang menyodok-nyodok Crista dgn ketiga jari tangan kanannya. Crista berusaha meraih ke belakang dan menahan agar tangan John jangan terlalu kasar.
“Eit, mau apa?” Tangan kiri John yg belum melaqukan apa-apa gesit menahan tangan Crista. Crista tidak kuat melepaskan diri dari genggaman John. John meregangkan jari-jari tangan kanannya, berusaha membuat kemaluan Crista melebar. Crista mulai merasakan puncak kenikmatan akan datang selagi cairan kemaluannya membasahi jemari John. John tertawa dan memasukkan satu lagi, jari kelingkingnya, ke dalam sana. Lagi-lagi dia berusaha merentangkan celah sempit yg dimasukinya selagi dia mendengar nafas Crista memburu.
“Hehehe… Udah mulai longgar lu Cit. Empat jari ogut bisa masuk. Lu kayaknya sebentar lagi kadaluarsa nih?” John berkomentar menghina.
“Bangke,” Crista balas memaki.
“Lonte,” hardik John,
“Sekarang lu diem. Ogut ga mau denger bacot lu, ogut mau memek lu aja.” John naik ke tempat tidur ke belakang Crista, dan kemudian menyorongkan kemaluannya yg sudah tegak lagi ke hadapan kemaluan Crista. Di ujung kemaluannya menitik cairan bening, pertanda John pun sudah tak tahan ingin melampiaskan nafsu.
“Ah… Hanhhh!” Crista melontarkan desahan ketika kemaluan John menembus kemaluannya. Kemaluan John meluncur dgn mudah ke dalam celah yg sudah basah dan teregang itu, menembus sampai pintu rahim. Crista tak diam saja, dia mendesakkan bokongnya menikmati ereksi John.
“Haa… haaahhh…” Bibir merah Crista menganga, mengeluarkan suara-suara penuh nafsu. Tangannya mencengkeram seprai. Pinggul John maju-mundur mendongsok Crista. John makin bernafsu, dan dia berubah posisi. Tanpa mencabut kemaluannya, John turun dari tempat tidur sehingga dia berdiri di samping tempat tidur. Lalu kedua tangannya meraih kedua paha Crista, di bagian belakang lutut. John yg memang berbadan kuat lalu mengangkut seluruh badan Crista, sehingga dia kini menggendong Crista di depan badannya. Keduanya melanjutkan persebadanan dalam posisi yg tidak biasa itu. Crista sudah seperti boneka yg digendong John, pasrah dalam lengan-lengan perkasa John yg mengangkut kedua pahanya, punggungnya bersandar ke dada John. Namun memang hubungan intim dalam posisi menggendong itu tidak gampang, karena kemaluan John cuma bisa masuk sedikit, jaraknya terlalu jauh. Akhirnya Crista dia taruh lagi di atas tempat tidur.
“Hihihi… Sok jago sih,” goda Crista selagi John mencabut kemaluannya dari lubang Crista.
“Kurang panjang tuh adeknya…” Crista saat itu berposisi menyamping dgn lutut tertekuk, bokongnya berada di pinggir ranjang. Dia melihat John masih ereksi dan siap memasukkan lagi… ke lubang bokong.
“Emm…” Crista mengernyit ketika John akhirnya menekankan kepala burung yg masih membesar ke pintu belakang. Kemaluan Crista sudah basah karena baru di-invasi, namun bokongnya tidak siap.
“Ogut masuk ya… Uh! Ahh… Sempit!” kata John.
“Iiuhh!” Crista terengah ketika kepala burung John tiba-tiba memaksa menerobos lingkaran duburnya. Dia secara refleks berusaha menghindar, memang wajar kalau ada yg mencoba mendesakkan sesuatu ke dalam bokong. Namun Crista tak bisa ke mana-mana selagi John mendorong pinggangnya ke depan sembari menggerung keras. Masuklah kemaluannya ke dalam lubang dubur yg tak sepenuhnya rela itu sedikit demi sedikit.
“Auh! Enak bangett! Bokong lu masih nggigit juga ya?” seru John sembari mengerang keenakan.
“Hssshh…” Crista mendesis, sakit campur enak, matanya berkaca-kaca ketika merasakan sepotong daging yg keras dan panas di saluran belakangnya. John mulai bergerak maju-mundur menggempur pintu belakang Crista tanpa ampun, kantong bijinya menampar-nampar belahan bokong Crista. Untungnya bagi Crista, setelah dua-tiga menit rasa sakitnya berkurang menjadi sekadar rasa kurang nyaman. Bokongnya sudah bukan perawan sejak lama, jadi sudah tahu mesti bereaksi apa.
“Enak gak Cit? Lu masih suka bokong lu dientot kan?” tanya John sembari terengah.
“Iyah… Terus! Teruus!” Crista mulai merasa enak. Bagian bawah perutnya mulai merasakan sensasi nikmat dan jantungnya berdebar.
John melambat, menarik keluar kemaluannya pelan-pelan lalu ketika nyaris keluar dia masuk lagi dgn cepat dan kasar. Dan…
“Uh…hhh!” Crista merasakan sesuatu yg panas menyembur di dalam bokongnya. John ejaqulasi. Kedua tangan John mencengkeram belahan bokong Crista yg berada di atas, seolah mau menyempitkan saluran yg sedang dimasuki kemaluannya. John baru mencabut kemaluannya sesudah puas melampiaskan nafsu di dalam bokong Crista. Ia merasakan sebagian sperma John ikut meleleh keluar bersamaan dgn perginya kemaluan John dari dalam bokongnya. Crista tetap berbaring menyamping, tidak langsung bangun. Dilihatnya John mengambili tisu untuk menyeka badannya sendiri. Beking Crista itu kemudian membereskan lagi pakaiannya.
“Sesuai perjanjian kita kemarin, ya. Besok-besok kalau aqu datang, kayak gini lagi ya.” Crista dgn cepat mengambil selimut dan melilitkannya di sekeliling badan, lalu berdiri mengantar John yg beranjak ke pintu ruangan. Crista tersenyum sinis sembari menaruh tangannya di pundak John.
“Oke boss,” katanya dgn genit. John membuka pintu, lalu berbalik dan mengecup pipi Crista. Lelaki tegap itu kemudian menuju pintu keluar salon, tanpa mengacuhkan seorang lelaki muda yg berdiri di tengah ruangan utama salon. Crista melotot melihat lelaki muda itu.
“Franky?” Memang masih jam kantor, namun entah kenapa, Franky ada di salonnya. Adik Crista itu memejamkan mata dan geleng-geleng kepala melihat kakaknya yg cuma terbungkus selimut dan tadi dicium seorang aparat berseragam.
“Ya ampun, Kak…” keluh Franky.
“Apa sih?” Crista menoleh ke kanan-kiri dgn cuek, melihat ada satu bungkus rokok di atas meja, mengambil sebatang dan menjepitnya di bibir, lalu sibuk mencari korek api.
“Ada korek nggak?” tanya Crista kepada Franky.
“Kakak nggak pernah berubah, ya…” Franky tidak menanggapi pertanyaan kakaknya.
“Jangan sok kaget gitu lah,” kata Crista setelah menemukan korek gas di satu laci. Dia menyalakan rokoknya.
“Eh bukannya ini masih jam kerja?”
“Kak,” kata Franky dgn nada serius.
“Aqu mau tanya. Soal Indira.” Crista membelalak tanpa berkata apa-apa. Wajahnya berubah serius juga.
“…Kakak pake baju dulu deh, sebelum jawab,” usul Franky. Risi juga dia melihat kakaknya cuma berbungkus sehelai kain. Sejam kemudian… Franky sudah kembali ke kantor setelah tadi mampir sebentar ke salon kakaknya, tanpa mampir ke rumah. Kepalanya terasa agak berat setelah dia mendengar jawaban Crista.
“Indira, sedang apa kamu?”
Namun dia tahu sebagian penyebabnya adalah dirinya sendiri. Begitu masuk kantor, Febby, sekretaris Mang Japrak, memanggilnya.
“Mas Franky! Dicariin bos,” kata perempuan berkacamata itu. Franky langsung menuju ruangan Pak Jupri alias Mang Japrak, atasannya.
“Nah ini baru dateng anaknya. Ke mana aja kamu? Kenalin, ini Pak Enrico,” kata Mang Japrak yg sedang menghadapi seorang tamu yg berpenampilan pengusaha.
“Franky,” Franky memperkenalkan diri.
“Enrico,” kata orang itu. Pembicaraan dimulai. Enrico rupanya sedang menggagas kerjasama dgn Mang Japrak untuk membuka perwakilan perusahaan itu di daerahnya. Menurut Enrico, produk perusahaan mereka belum banyak tersedia di sana. Mang Japrak sudah mengontak bagian-bagian lain perusahaan untuk menceritakan rencana Enrico, dan perusahaan menyetujui. Maka sekarang persiapan pembukaan cabang bisa dimulai.
“Jadi, saya ngundang Pak Jupri untuk berkunjung ke kota saya, biar bisa lihat sendiri keadaan di sana. Sekalian nanti saya kenalkan dgn rekan-rekan kita dan juga pihak berwenang di sana—lumayan, buat memperlancar urusan kita,” kata Enrico.
“Pak Enrico, terima kasih undangannya,” jawab Mang Japrak.
“Saya senang sekali kalau bisa ke sana. Katanya di sana pembangunan mulai rame, ya? Pasti beda dgn waktu dulu saya masih muda ke sana, dulu sepi! Ah, namun sayg saya lagi jalani pengobatan, tidak boleh pergi jauh-jauh untuk sementara waktu.” Franky yg dari tadi mendengarkan langsung menoleh ke Mang Japrak. Dia tahu Mang Japrak sebenarnya tidak sedang menjalani pengobatan (masalah kesehatan Mang Japrak cuma ejaqulasi dini saja). Kata-kata barusan itu sekadar alasan untuk…
“…jadi nanti biar yg ke sana Franky, sebagai perwakilan saya. Dia sudah biasa ngurus semuanya. Gimana Franky, kamu bisa kan?” Franky tersenyum.
“Bisa,” jawabnya pendek.
“Kapan, Pak Enrico?”
“Dua hari lagi saya pulang ke sana. Barangkali kita bisa bareng. Kira-kira perlu berapa hari?” kata Enrico.
“Seminggu?” Mang Japrak langsung memotong sebelum Franky menjawab. Enrico mengangguk setuju. Seminggu sebenarnya terlalu lama, Franky membaygkan, sekadar survei lokasi dan berkenalan dgn orang-orang setempat paling-paling perlu tiga hari.
“Oke, kalau begitu nanti saya kontak lagi Pak Franky untuk persiapannya. Semuanya biar saya yg urus,” kata Enrico. Kemudian Enrico pamit dan pergi. Malamnya, di rumah Franky dan Indira…
“Mas mau pergi seminggu?” tanya Indira. Franky berbaring di tempat tidur, sementara Indira duduk di depan meja rias. Keduanya hendak beristirahat setelah seharian beraktivitas.
“Iya…” Franky menyebutkan nama kota tujuannya, yg terletak di pulau lain. Dilihatnya wajah Indira seperti kurang senang.
“Ajak dong Mas…” pinta Indira manja.
“Yah, gimana ya… kayaknya nanti bakal sibuk urusan kantor di sana. Ntar kamu malah nganggur di kamar hotel dong,” jawab Franky.
“Nanti kalau sempat cuti deh, kita ke sana. Katanya sekarang di sana rame, banyak tempat wisata, soalnya pembangunannya maju. Kepala daerahnya hebat.”
“Iih, curang,” Indira merajuk.
“Katanya perempuan dari sana cakep-cakep, ya?”
“Terus?” Franky nyengir. Namun dalam hatinya, dia mulai bisa membaca isi hati Indira, karena dia sudah mendengar penjelasan Crista. Makanya dia tidak heran melihat Indira bukannya membersihkan muka untuk persiapan tidur, malah memulaskan lipstik tipis saja di bibirnya.
“Pasti kamu mau ditraktir perempuan di sana… Iya kan?” kata Indira sembari beranjak dari meja rias, lalu menghampiri suaminya di tempat tidur. Franky tersenyum melihat istrinya, perempuan cantik yg malam itu berdaster kuning, berias wajah tipis, dan berbau wangi. Jelas Indira tidak ingin langsung tidur… Indira berbaring menyamping, menghadap Franky, memberikan ciuman mesra kepada suaminya.
“Yah… kamu tahu kan, biasa orang bisnis, entertain-nya gimana,” Franky tidak berusaha mengelak. Toh Indira sudah tahu salah satu kelemahannya. Franky merasakan tangan Indira menyelip ke balik celananya.
“Eh…” Tangan Indira terasa licin. Licin dan mulai membelai-belai kemaluan Franky. Franky merangkul istrinya dan mencium kening Indira.
“Hayo… mau ngapain tangannya di sana…” goda Franky. Indira membalas dgn mengecup bibir Franky lalu menarik ujung kaos Franky, menyingkap badan atas Franky. Sementara itu Indira terus menciumi badan suaminya, dari bibir turun ke dagu, rahang, leher. Franky menahan nafas. Ia sekarang paham sebagian besar ceritanya. Perubahan Indira sesudah memergoki kebiasaan buruknya itu sebagian disebabkan Crista juga. Crista bercerita bagaimana Indira minta saran agar Franky tidak perlu lagi melirik perempuan lain. Dan kakaknya itu, yah, sudah tahu apa yg Franky suka. Jadilah Crista membantu Indira membentuk-ulang dirinya agar lebih bisa memenuhi impian Franky. Misalnya seperti yg terjadi sekarang. Sebelumnya, Indira sangat konservatif dan lebih banyak pasif di ranjang. Sekarang, Indira dgn genitnya merayu dan menggeraygi Franky. Aksinya sudah tidak kalah dgn perempuan-perempuan penghibur yg dulu (dan kadang sekarang) memberi Franky kenikmatan badan. Indira yg dulu tidak terpikir melaqukan apa yg dilaqukannya kini. Tangan Indira sudah menyentuh kemaluan Franky yg sedikit tegak, jari-jari Indira merangkum batang Franky. Indira mulai membelai-belai organ intim suaminya, dari bawah ke atas dan kembali lagi, dan membuatnya tegang sempurna. Franky tersentak sedikit ketika kocokan Indira makin cepat.
“Ah…” Franky melihat istrinya melirik nakal dan kembali mencium bibirnya. Ah, betapa manis bibirnya. Ah… dia kok jadi jago ngocok juga?
“Pelan… sayg…” bisik Franky. Indira mengabulkan permintaan itu dan mengurangi intensitas kocokannya. Franky tadi sudah nyaris keluar, namun dia tidak ingin buru-buru. Tangan Franky mencengkeram lengan atas Indira, wajahnya terlihat berusaha menahan kenikmatan, sementara rambut panjang Indira menyapu hidung Franky selagi Indira mengulum salah satu telinga Franky. Beberapa waktu lalu, Indira sempat memberikan servis ‘mandi kucing’, dan Indira baru menemukan bahwa Franky punya titik sensitif di sana. Franky mengerang keras selagi Indira kembali kencang mengocoknya. Percikan-percikan cairan hangat lengket melompat keluar dari ujung kemaluannya dan mendarat di mana-mana, di kaos dan dada Franky, di daster Indira, di seprei. Indira tak melepas dan terus mengocok sampai ejaqulasi Franky selesai.
“Yah… berantakan nih. Kamu sih nakal, gak bilang-bilang dulu,” goda Franky sembari menikmati perasaan nikmatnya.
“Habisnya Mas Franky mau pergi… jadi ya mumpung sempat sama Mas Franky,” jawab Indira. Indira sendiri merasakan putingnya mengeras dan selangkangannya membasah. Membuat suaminya bisa puncak kenikmatan dgn tangan sudah cukup merangsang baginya, dan andai Franky mau melanjutkan, dia merasa dia bisa langsung ‘dapat’. Franky meraih wajah Indira. Ciuman yg menyusul sungguh panas. Lidah mereka berdua saling menjelajah, tetap seperti menemukan hal-hal baru meski keduanya sudah berkali-kali berciuman.
“Beresin dulu nggak?” goda Indira.
“Nggak usah, kan mau dilanjutin?” Franky menanggapi. Detik berikutnya Indira didorong sehingga telentang, kedua pergelangan tangannya ditahan kedua tangan Franky, kedua lutut Franky mengepit kedua pahanya.
“Aqu kan masih dua hari lagi perginya, sayg,” kata Franky pura-pura tak butuh.
“Biarin aja… Mas…” Franky melihat Indira menggigit bibir kemudian kembali berkata.
0 komentar:
Posting Komentar