LigaCapsa ~ Situs Resmi Poker & Domino99 Online

Sabtu, 11 Februari 2017

Adinda Anjani


LigaCs.com ~ Pada jaman dahulu, adalah sebuah kerajaan nun jauh di kaki sebuah gunung. Tanahnya subur, rakyatnya hidup makmur dan berkecukupan. Raja muda yg memerintah kala itu amat dicintai rakyat. Istananya besar dan megah, dikelilingi kebun yg luas sampai ke tepi hutan. Raja membuat sebuah kolam di tengah kebun, khusus untuk permaisuri yg dicintainya. Namun ada satu hal yg merisaukan hati sang Raja. Sekian tahun sudah ia mengambil permaisuri, mereka belom juga dikaruniai keturunan.

Berbagai cara sudah dicoba, dan mereka hampir putus asa. Padahal Raja ini nafsunya besar sekali. Selain satu permaisuri, raja mempunyai 12 gundik untuk melayaninya, setiap saat dia butuh pelampiasan. Anehnya, tak satupun dari perempuan-perempuan ini berhasil dihamili. Lalu seorang nenek sihir memberi ramuan spesial buat Raja, dan melarangnya menemui gundiknya selama beberapa minggu. Akhirnya, Raja selalu melampiaskan nafsunya dgn si permaisuri, hampir tiap malam terdengar beberapa kali rintihan permaisuri, dan erangan nikmat sang Raja, dan sembilan bulan kemudian lahirlah seorang Adinda yg sangat cantik. Rambutnya ikal, matanya besar, kulitnya putih mulus, dgn pipi sehat berwarna pink dan bibir yg merah merekah. Raja dan ratu mengadakan pesta besar untuk memberi nama Adinda mereka ini, dan mereka mengundang semua peri dan jin yg ada di hutan dan gunung untuk memberkatinya..

Pesta berjalan meriah. Orang-orang bijak memberi nama Anjani, pada Adinda cilik ini. Semua rakyat diundang, dan ketika orang-orang sedang menikmati makanan dan tarian, tiba2 ada keributan di pintu gerbang. Ternyata Raja dan ratu lupa mengundang nenek yg membantu permaisuri supaya bisa hamil. Dan si nenek sihir berusaha masuk dgn paksa, dihadang prajurit istana. Raja dan ratu mohon maaf kepada si nenek, dan berkata bila dia itu mau, akan diberikan tempat duduk terhormat di meja makan, dgn makanan di piring emas dan minum dari gelas kristal. Namun si dukun sudah keburu sakit hati. Dan karena dia pikir dia yg terakhir datang, dikutuklah si bayi itu.

“Terkutuklah Adinda Anjani! Di usianya yg ke-17 ia akan tertusuk jarum, dan dia akan MATI!” Teriak si nenek menggelegar. Kemudian dia menghilang begitu saja, raib tanpa bekas. Raja dan ratu dan semua orang di pesta itu tertegun, dan pesta meriah berubah menjadi duka cita. Ratu menangis dan semua orang bersedih. Tapi tiba-tiba seorang peri berkata”,Jangan sedih, aqu masih keturunan orang berilmu, meskipun aqu tak mampu menghapus kutukan nenek sihir, aqu bisa memperkuat sang Adinda hingga ia tak akan mati”. Semua orang pun melihatnya dgn penuh harap.

“Dan kuramalkan, akan datang pangeran yg sungguh perkasa untuk menyelamatkan sang Adinda, hanya pangeran inilah yg tahu caranya”.
Orang-orang mendesah lega, dan pesta pun berlanjut dgn gembira. Raja memerintahkan agar semua jarum di kerajaan itu dimusnahkan. Mendekati usianya yg ke-17, Adinda Anjani bertambah cantik, ia pun sangat pandai dan selalu ingin tahu. Pada suatu hari ia berjalan-jalan di kebun bunga istana, dan ia melihat seorang nenek duduk di dekat kolam, memegang sesuatu di tangannya.
“Selamat siang, Nek”, katanya sopan.
“Boleh kutahu apa yg nenek pegang itu? Aqu tak pernah melihatnya”.
“Oh, tentu Tuan Adinda”, kata si nenek.
“Duduklah disampingku. Ini adalah jarum untuk merajut, lihat, dua helai benang bisa menghasilkan kain yg indah”.
“Indah sekali hasil rajutan Nenek!”, sang Adinda mengagumi syal yg sedang dibuat nenek itu.

“Warnanya lembut dan rasanya halus sekali”.
Sejak raja memusnahkan semua jarum, kerajaan itu tak mampu membuat kain. Rakyat dan penghuni istana memakai baju yg nyaris compang camping.
“Maukah kau mencoba membuat?” si nenek menawarkan.
“Oh, tentu, Nek, kalau nenek tidak keberatan”.
Dan tentu saja nenek itu adalah jelmaan penyihir yg mengutuk Adinda Anjani dulu. Begitu jari sang Adinda menyentuh jarum, jarinya tertusuk dan sang Adinda jatuh tak sadarkan diri. Nenek sihir itu tertawa girang, dikiranya Adinda Anjani sudah mati seperti kutukannya. Ia pun tersenyum puas dan menghilang ke dalam hutan. Raja dan ratu sungguh bersedih hati, kutukan telah menjadi kenyataan. Mereka membaringkan Adinda Anjani yg tak sadarkan diri itu. Orang pintar dan pangeran-pangeran diundang untuk mencoba mengobati sang Adinda, namun tak satupun berhasil. Beberapa waktu kemudian, adalah wabah penyakit melanda kerajaan, dan sungguh menyedihkan.

seluruh rakyat dan orang-orang istana, termasuk raja dan ratu, meninggal satu demi satu. Adinda Anjani kini sendirian. Peri yg baik hati menyesal karena tidak bisa melindungi orang-orang di dekat sang Adinda. Sebagai tanda penyesalannya ia menyihir hutan di sekeliling istana menjadi semak belukar berduri, dan hanya sang pangeran perkasa yg nantinya bisa menerobos hutan itu.
Adinda Anjani terbaring di kamar di menara. Gaun tidurnya indah berenda dan berpita. Supaya tidurnya nyaman, Adinda dipakaikan gaun tidur dari bahan yg paling halus. Gaun itu mengikuti lekuk-lekuk badan sang Adinda, menonjolkan bukit dadanya yg menantang, perutnya yg rata, pinggulnya yg membulat seksi dan kakinya yg panjang. Setiap lelaki yg melihatnya pasti terangsang untuk menyetubuhi sang Adinda yg seksi. Dua ratus tahun kemudian, seorang pangeran yg gagah berani mendengar dongeng tentang si Adinda yg tertidur. Pangeran ini tergugah untuk mencari kebenaran cerita itu. Hutan belukar yg masih merupakan daerah kekuasaannya tak pernah dimasuki orang. Pangeran ini sangat tampan namun playboy. Sang pangeran mempunyai nafsu seks yg besar dan dalam usianya baru 25 sudah membangun istana harem dan mempunyai beberapa selir. Tapi pangeran ini sungguh berani dan selalu menang dalam pertempuran. Setelah peperangan yg kesekian, ia minta cuti dari ayahandanya, sang raja, dan mulai bertualang.

Di tepi hutan belukar, sang pangeran tertegun. Duri-duri belukar menghadang jalannya. Dgn pedangnya sang pangeran membabat pohon dan semak belukar, membuka jalan menembus hutan. Pada hari keempat, ia mulai berpikir bahwa sang Adinda adalah cerita belaka. Tapi begitu dilihatnya betapa jauh sudah ia di dalam hutan, ia memutuskan untuk tidak putus asa dan mencoba sedikit lagi. Sungguh ajaib, kerjanya terasa lebih mudah sekarang, pohon-pohon seakan membuka jalan untuk sang pangeran dan kudanya. Pada hari ketujuh, sampailah ia di depan gerbang tua yg tertutup lumut dan tumbuh-tumbuhan. Sang pangeranpun segera masuk. Suasana sunyi senyap. Sinar mentari menerangi halaman istana. Tak seorangpun terlihat. Sang pangeran mulai melihat-lihat setiap ruangan di istana tua itu. Istana ini amatlah kaya, harta berlimpah di tiap ruang. Tapi semua barang dari kain sungguh rapuh dan langsung hancur begitu tersentuh. Penduduk kerajaan ini pasti tidak bisa membuat kain, gumam sang pangeran. Tak lama kemudian ia sampai di kaki sebuah tangga batu yg adalah jalan ke menara. Sesampai di puncak menara ada sebuah pintu. Itulah pintu kamar Adinda Anjani. Sang pangeran terpana memandang sang Adinda.

Meskipun sudah dua ratus tahun, sang Adinda tetap muda dan cantik, waqu seakan tak menyentuhnya. Posisi tidur sang Adinda sungguh mengundang, lengan kanannya terangkat ke atas, dan paha kirinya terbuka. Pelan-pelan sang pangeran menghampiri ranjang di tengah ruangan itu. Ditepuknya pipi sang Adinda. Tak ada reaksi. Pangeran ingat, dalam dongeng, Adinda cantik yg tertidur akan bangun begitu dicium bibirnya. Pangeran mencoba mencium sang Adinda. Tetap tak ada reaksi. Dikulumnya bibir sang Adinda yg penuh dan merah itu. Lembut sekali, tapi sang Adinda tak terbangun, dan tak membalas ciumannya juga.

Disentuhnya gaun tidur sang Adinda. Seperti kain-kain di istana itu, gaun itu langsung hancur tersentuh. Entah karena tua, entah karena rapuh. Sang pangeran tersenyum puas. Nafsunya bangkit menatap kemolekan badan muda Adinda Anjani. Perlahan dielusnya paha sang Adinda, ditepiskannya kain rapuh yg menutupi kemaluan sang Adinda. Sang Adinda mendesah pelan dalam tidurnya. Lalu dgn cepat sang pangeran meraba dan menepis gaun tidur sang Adinda. Sekejap kemudian terpampanglah seluruh badan seksi sang Adinda, telanjang bulat di ranjang itu. Tangan sang pangeran bermain di kemaluan sang Adinda, meraba sekelilingnya, menyentil klitorisnya, bahkan mencoba memasukkan telunjuknya ke kemaluan sang Adinda yg permukaannya dihiasi bulu halus dan lebat. Supaya tidak menghalangi, dibukanya juga paha sang Adinda yg satu lagi, hingga posisinya sekarang mengangkang lebar. Terasa kemaluannya mulai basah, sang pangeran terus memanipulasi daerah sensitif itu hingga mengeluarkan cairan dan nafas sang Adinda makin cepat. Adinda masih terlelap, sesuai kutukan, pangeran harus mencium sang Adinda sebelom sang Adinda membuka matanya. Sang pangeran mulai membuka bajunya, celananya terasa ketat karena kemaluannya yg besar sudah mulai bangun. Dilepasnya sepatu bot, ikat pinggang, celana. Sekejap kemudian ia sudah telanjang bulat juga. Pangeran sangat bangga sekali dgn badannya yg kekar. Dadanya bidang berotot, perutnya rata dan keras, lengan dan kakinya kuat karena sering bermain pedang dan berkuda. Dielus dan diurutnya kemaluannya yg panjang itu sambil memandangi takjub pada badan bugil sang Adinda, pahanya yg sudah terbentang lebar, dgn kemaluan merah merekah seolah siap dinikmati.

Pangeran mulai ambil posisi, berlutut diantara paha sang Adinda. Nafasnya mulai memburu, kemaluannya terasa sudah bangun maksimal. Tangannya menguakkan bibir kemaluan sang Adinda. Dibimbingnya si kemaluan ke lubang surga dunia itu. Dipaksanya kepala kemaluannya supaya masuk sedikit, dan sambil mencium bibir sang Adinda, pangeran pun memasukkan seluruh batang kemaluan yg panjang itu ke dalam kemaluan sang Adinda. Persis pada saat robeknya selaput dara, sang Adinda terbangun. Bayangkan perasaannya saat itu! Berat badan sang pangeran menindihnya, bibir pangeran mengulum bibirnya, dan kemaluannyanya terasa penuh oleh kemaluan yg besar. Ia mengerang, tapi sang pangeran terus mencumbu bibirnya hingga sang Adinda tak kuasa berkata-kata. Sang pangeran mulai menggenjot badannya naik turun.


Disela-sela rintihannya sang Adinda berkata”,Ohh.. aqu bermimpi.. oh.”..
“Kau tidak bermimpi, Adinda cantik”, kata pangeran.
“Aqulah pangeran perkasa impianmu!”
“Oohh.”. erang sang Adinda.
“Inikah.. Inikah yg dikatakan seks itu? Aahh!”
Sang pangeran menjawab sambil tangannya meremas lembut kedua buah dada sang Adinda. Puting susunya mengeras seketika itu juga. Pinggul pangeran naik turun, kemaluannya menggesek dinding kemaluan sang Adinda, yg makin lentur mengepit benda asing itu.

Sang pangeran nafsunya semakin berkobar memandangi ekspresi wajah sang Adinda. Diperintahkannya sang Adinda untuk tidak menutup matanya, melainkan sang Adinda harus terus melihat wajah pangeran, dan bagaimana ia disebadani. Bibirnya yg tipis tampak basah dan setengah terbuka, mengeluarkan rintihan-rintihan erotis. Pangeran sangat puas karena sang Adinda tampak sangat terangsang dan tidak kesakitan, meskipun ini adalah permainan seks pertamanya. Pangeran sangat menikmati, dikeluarkannya kemaluannya yg sudah berlumuran cairan cinta sang Adinda, lalu disundul-sundulkannya di sekitar bibir kemaluan sang Adinda, kepala kontolnya kadang menggosok klitoris sang Adinda. Mata sang Adinda terpejam seakan menanti saat sang pangeran menusukkan kembali kemaluannya. Benarlah karena sesaat kemudian sang pangeran menghujamkan kemaluannya sekuat tenaga. Mata sang Adinda terbeliak dan menjerit panjang. Sang Adinda kadang berusaha merapatkan pahanya ketika kemaluan pangeran merangsang bibir kemaluannya, tapi dgn tegas sang pangeran memerintahkan supaya sang Adinda terus mengangkangkan pahanya lebih lebar. Dia senang melihat kemaluannya yg besar keluar masuk di lubang kemaluan sang Adinda.

Setelah lama, dan setelah sang Adinda orgasme berkali-kali, sang pangeran pun akhirnya kasihan, karena Adinda tampak lelah sekali dan cuma bisa merintih-rintih saat disebadani. Pangeran pun memegang kedua buah bokong sang Adinda kuat-kuat, dan memuntahkan maninya yg banyak dan kental ke dalam rahim sang Adinda. Nampak sperma yg sudah bercampur cairan cinta mengalir membasahi sekitar daerah kemaluan Adinda. Sang pangeran lalu keluar mencari buah-buahan untuk makan malam, mereka lalu menyalakan lilin-lilin. Sambil makan mereka berkenalan lebih jauh. Sang pangeran ternyata bernama Bram. Dan sang Adinda menceritakan nasibnya yg malang, ia sangat sedih begitu mengetahui seluruh kerajaannya meninggal tak lama setelah ulang tahunnya yg ke-17, dimana ia sendiri tak sadarkan diri selama dua ratus tahun.

Malam itu sang pangeran bermalam di istana sang Adinda, yg sebenarnya adalah wilayah kekuasaannya juga.. Malam itu mereka lewati dgn bersebadan hingga puas, untuk pangeran ini adalah hal yg biasa, apalagi baru pertama kalinya ia bertemu Adinda secantik Anjani, badannya sungguh indah dalam usianya yg baru 17 tahun itu, kemaluannya terasa sangat rapat dan ketat. Bagi sang Adinda yg baru merasakan seks, sang pangeran benar-benar master yg mengajari indahnya seks. Karena sudah tertidur selama dua ratus tahun, sang Adinda kuat melayani nafsu sang pangeran sepanjang malam. Sang Adinda mencoba berbagai gaya mulai dari terlentang, gaya berpangkuan, gaya berdiri, gaya anjing, hingga menghisap dan mengocok kemaluan sang pangeran.

Paginya mereka bersiap untuk kembali ke istana sang pangeran. Sang Adinda mengaqu kemaluannya terasa sensitif sekali, karena seringnya dikerjai sehari sebelomnya. Pangeran Bram hanya tersenyum, saat itu ia merasa perkasa sekali. Adinda Anjani yg cantik terpaksa hanya mengenakan jubah berkuda Pangeran Bram, karena gaun tidurnya sudah dirobek-robek sang pangeran, dan tak sehelai kainpun dapat ditemukan di seluruh istana. Pangeran mengangkat badan sang Adinda dan mendudukkan sang Adinda di depannya. Karena belom biasa berkuda, pangeran menganjurkan agar sang Adinda mengangkang saja, supaya lebih gampang dan tidak jatuh. Perjalanan memakan waktu yg lama, dan pangeran benar-benar menikmatinya. Tangannya satu memegang tali kendali, dan yg satu lagi masuk ke dalam jubah yg dipakai sang Adinda. Bergantian dimainkannya payudara sang Adinda kiri dan kanan, terutama bagian puting susunya.

“Engh.”. Desahnya tiap kali tangan pangeran meremas buah dadanya.
“Enak?” bisik pangeran.
“Uh, susumu besar sekali.. kau seneng ya kalau diremas-remas begini? Apakah pentilnya tambah sensitif kalau dipijit seperti ini?” tanya pangeran tambah merangsang sang Adinda dgn kata-katanya.
“Aahh.. benar-benar terangsang sekali.. Ohh.”. sang Adinda hanya bisa merintih, tangannya bergerak hendak menggosok selangkangannya yg mulai basah, tapi pangeran Bram mencegahnya.
Ditariknya kedua lengan sang Adinda kebelakang dan diikatnya dgn seutas ranting panjang.
“Ahh.. kenapa..?” tanya sang Adinda.

“Aqu mau kau nikmati saja rangsangan-rangsangan ini” kata pangeran.
“Aqu belom puas mengentot memekmu yg rapat itu, sabarlah, tahan sebisanya yg satu ini”.
Tangannya kembali bermain di dada sang Adinda yg kini membusung karena posisi tangannya yg terikat di belakang. Sang Adinda hanya sanggup mendesah dan bersandar ke dada pangeran. Posisi kakinya yg mengangkang membuat sadel kuda menggesek-gesek daerah memek dan klitorisnya. Sang Adinda mulai berkeringat dan sulit duduk diam. Rintihan sang Adinda yg makin lama makin terangsang hebat itu makin keras.
“Aqu.. akh.. Bram, memekku tergosok sadel ini.. aduh.. rasanya!”.
“Aqu ingin kau selalu basah dan siap dientot, Adinda manis” kata pangeran.
“Ahh.. tolonglah, kumohon.. gosokkan jarimu di klitorisku.. aqu nggak tahan lagi” desah sang Adinda memohon.

Siksaan erotis ini telah berlangsung kurang lebih se-jam, dan Adinda Anjani merasa ingin menangis karena hebatnya rangsangan, tapi tidak cukup hebat untuk membuatnya orgasme. Cairan cintanya membasahi sadel yg didudukinya.
“Sshh.. sabar.. sebentar lagi ya.. kau seksi sekali kalau sedang terangsang seperti ini”. Pangeran yg mulai terangsang karena tangannya penuh payudara sang Adinda itu diam-diam mengeluarkan kemaluannya. Lalu didekapnya sang Adinda erat-erat supaya kepala kemaluannya bisa menyundul-nyundul bokong sang Adinda. Sebelom keluar dari hutan, mereka kembali berhenti, pangeran memerintahkan Adinda untuk berpegangan di batang pohon, dan disenggamai dari belakang sambil berdiri.

“Ayo, membungkuk lebih dalam lagi”, perintah sang pangeran.
Sepatu botnya menyelip diantara kaki sang Adinda.
“Dan kakinya direngangkan lagi.. lebih lebar supaya kau terlihat seksi”
Pangeran tiba-tiba berjongkok di belakang sang Adinda dan mulai menjilati kemaluannya.
“Ahh.”. desah Adinda dgn puas. Pangeran itu dgn raqus menjilati cairan cinta sang Adinda. Ketika selangkangannya mulai mengering, sang pangeran memasukkan dua jarinya, dan dgn cepat menggerakkannya keluar masuk seperti sedang bersebadan. Sedetik kemudian daerah itu mulai basah lagi.

“Badanmu benar-benar gampang sekali dikerjain, sebentar saja sudah basah begini” kata sang pangeran senang.
“Ayo.. sekarang.. sekarang.. entot aqu.. sekarang!” mohon sang Adinda.
Dan tanpa disuruh dua kali pangeran mengeluarkan kemaluannya lagi dan cepat-cepat dicobloskannya kedalam kemaluan sang Adinda yg sudah siap itu.
“Lebih cepat.. entot aqu kuat-kuat.”. kata Adinda disela rintihan nikmatnya. Adinda Anjani serasa hampir pingsan karena dalam waktu sehari saja memeknya sudah berkali-kali dimasuki kemaluan raksasa sang pangeran. Tapi ia benar-benar menikmati setiap sodokan kemaluan pangeran itu.

“Ohh.”. teriak sang Adinda saat orgasmenya mengguncang seluruh badannya.
“Nih.. nih.. Uhh!” dgn gemas sang pangeran terus menghujamkan kemaluannya.
“kau benar-benar alami.. benar-benar.. suka dientot”. Sang pangeran merasa hampir keluar, diremasnya payudara Adinda kuat-kuat dan muncratlah cairan putih kentalnya di dalam rahim sang Adinda. Mereka duduk sebentar sebelom melanjutkan perjalanan. Ketika sudah mendekati istananya, pangeran membalikkan sang Adinda lagi sehingga mereka terlihat menunggang kuda seperti biasa.

Hanya sesekali tangan pangeran meremas gemas buah dada ranum sang Adinda, yg saat itu terlihat bengkak dan merah-merah penuh bekas jari-jari pangeran. Kedua buah dada itu menjadi super sensitif setelah diremas dan dipegang-pegang seharian. Tukang kuda yg sudah menunggu berusaha tidak menampakkan reaksi melihat sadel yg basah itu, mungkin sudah biasa. Sang Adinda pun dibawa masuk ke istana lewat jalan belakang, biar tidak banyak orang yg melihat ketelanjangannya. Kehadiran Adinda Anjani mengundang perhatian, terutama karena Pangeran Bram seakan tak jemu-jemunya berada di dekat sang Adinda.

Beberapa orang terdekat Pangeran bahkan mengetahui betapa seringnya sang pangeran mengunjungi kamar sang Adinda di tengah malam. Karena gosip yg simpang siur ini, Raja pun menjadi gundah. Suatu hari dipanggilnya Pangeran Bram, dan Raja menitahkan agar sang pangeran mencari permaisuri. Pangeran yg sedang dilanda asmara menyatakan bahwa ia memilih Adinda Anjani. Sebulan kemudian mereka menikah dgn pesta yg amat meriah.

0 komentar:

Posting Komentar